(radio di rumah saya)
Radio, siapa yang mengira
bahwa salah satu alat komunikasi ini akan segera memasuki akhir “masa
berlakunya”. Hal yang tentu tak pernah ada dalam benak Guglielmo Marconi saat
beliau menemukan radio pada 1895. Betapa
tidak, di tengah pesatnya perkembangan teknologi,informasi dan internet,
semakin jarang orang menyentuh alat dengan output audio ini. Munculnya telefon
genggam multi fungsi yang disusul dengan pesatnya perkembangan teknologi
handphone pintar, bisa jadi merupakan suspect utama yang jadi “biang”
kehancuran radio. Orang tak perlu lagi
menyalakkan radio dan menunggu seharian untuk mendengar lagu kesukaannya
diperdengarkan. Orang tak mau lagi mendengarkan cuap-cuap penyiar radio karena
tak nampak wajah tampan dan paras ayu dari sang penyiar. Orang tak perlu menunggu
sampai jam 7 pagi dan jam 9 malam hanya untuk sekedar mendengar warta berita
dan informasi terbaru. Semua cukup
dilakukan dengan kotak kecil berlayar bernama handphone, cukup lakukan beberapa
kali pencet tombol, dan kau sudah dapattkan semuanya. Musik yang kau
gandrungi, lengkap dengan video sang artis dan bisa disambi dengan membaca
berita terhangat di situs tertentu. Tak perlu kau bersusah payah menyalakan
radio, mencari frekuensi yang pas, dan menunggu lagu mu diputar.
("hati" dari sebuah pesawat radio dua band)
Ketiadaan pesawat televisi
di rumah saya membuat saya menghabiskan
sebagian besar masa kecil saya dengan mendengarkan kotak kecil bersuara yang membuat saya sangat terkagum saat pertama melihatnya. Sesuatu yang tetap bertahan hingga sekarang, dan tetap saja radio begitu istimewa di mata saya. Suara karismatik khas para penyiar radio,
dengan selingan beberapa lagu yang sedang “moncer” di kala itu, dan beberapa iklan
di radio yang dibuat “seadanya” namun
tetap mengena. Sungguh masa indah yang sangat berharga untuk saya simpan
sendiri. Atau mungkin anda bisa
mengingat bagaimana seru dan mencekamnya sandiwara radio yang sempat sangat
hits di medio 90an. Walau saya belum terlalu “ngeh” dengan alur cerita
sandiwara radio kala itu, tapi melihat ayah dan saudara-saudara saya sangat
antusias menyimak acara ini setiap hari, tentu acara tersebut memang sangat berjaya di
eranya. Setiap malam jumat ada acara Alam Lelembut dengan deretan cerita misteri dan pengalaman mistis yang dibacakan sang penyiar, sungguh
mencekam, bahkan saya selalu meminta ibu saya menemani saya tiap kali
mendengarkan acara ini. Dan apa lagi yang tak terlupa dari era keemasan radio
di masa kecil saya? Suara khas para pembawa radio RRI yang selalu diawali
dengan instrument lagu Rayuan Pulau Kelapa, dan selalu berakhir dengan
kata-kata “sekian siaran sentral dari Jakarta”. Saya yakin anak-anak jaman
sekarang yang telah begitu dimanjakan dengan teknologi canggih di semua lini
tak akan mengerti arti kebahagiaan saya di masa kecil dengan radio. Dan jika
anda mengalami masa indah bersama radio, berarti hidup anda luar biasa.
(radio 4 band, sesuatu yang ingin saya beli tapi belum kesampaian)
Beberapa waktu lalu saya
mencoba menghidupkan nostalgia saya dengan menyalakan radio di kantor untuk menemani
kesibukan bekerja. Tanpa saya duga, teman satu ruangan saya, atau bisa dibilang
teman satu bilik saya, ternyata menyukainya. Sungguh sesuatu yang tak saya duga
jika ternyata teman saya ini, sebut saja namanya S, juga suka mendengarkan
radio dan memiliki masa kecil yang bisa dibilang hampir sama dengan saya.
Sekilas dia sempat menyebutkan beberapa stasiun radio favorit yang pernah dan
seering dia dengarkan. Mulai saat masih mengudara di frekuensi AM, dan sekarang di FM. mulai dari Bima Sakti, Indrakila FM (sekarang In FM), Prima FM, GSP, Geronimo, dan banyak lagi. Sampai kami sampai ke pembicaraan yang sedikit serius
dengan membahas dari mana stasiun radio mendapat dana untuk beroperasi dan
bagaimana mereka menggaji para penyiar dan pegawainya. Mungkin perbincangan
kami akan sangat klise dan tak berbobot untuk saya tuangkan di sini karena kami bukan
orang yang cukup kompeten dalam hal ini. Tapi setidaknya pengalaman hari itu
memberi saya satu hal, saya bukan satu-satunya orang yang “tergila-gila” dengan
radio, ada orang lain bahkan dia ada di sekitar saya, dan tentu ada banyak
orang lain yang sama “alirannya” dengan saya di luar sana. Mengutip lirik lagu
dari John Lennon, “You may say I’m a dreamer, but I’m not the only one. Tentu
saja saya bukan satu-satunya, tapi satu hal yang jelas, dengan perkembangan teknologi yang kian
deras, munculnya berbagai barang praktis dan multifungsi dengan teknologi yang
canggih, tentu amatlah sulit radio untuk bersaing karena hanya dibekali dengan “suara
saja”. Kita tidak tau nasib radio 5, 10, atau 20 tahun lagi, mungkinkah
eksistensi radio akan punah? Jadi, dengarkan radio selagi masih ada stasiun radio yang mengudara.
Baiklah, mungkin mulai
dari saat ini anda bisa mulai menghitung berapa banyak dari anda yang masih belajar di malam hari dengan
ditemani alunan suara penyiar radio? Berapa banyak dari anda yang masih setia
menunggu di depan radio menunggu lagu kesayangan diputar? Berapa banyak dari
anda yang saat pulang beraktifitas, beristirahat sambil makan malam dan
ditemani musik dari radio? Atau mungkin pertanyaan yang paling sederhana,
masihkah anda memiliki radio di rumah? Baiklah, anda tak perlu menjawab anda
punya radio di handphone anda, karena anda bahkan tak pernah memakai fitur ini
di handphone anda. Jadi, mungkin benar jika radio akan segera “dipunahkan” oleh
makhluk sejenis dengan yang telah menemukannya lebih dari seratus tahun lalu. Atau kalau anda merasa
tersinggung, radio dipunahkan oleh “ciptaan” baru dari spesies yang sama dari
yang telah menemukannya. Saya terlalu lebay? Saya malah merasa terlalu
sederhana menyampaikannya. Radio, ini
bukan tentang teknologi, tapi tentang pilihan.
23 Januari 2018 dan saya masih mendengarkan radio, siapa lagi selain saya?
BalasHapus