Pertengahan tahun 2009, para insan penikmat televisi di
Indonesia mendapat invasi dari negeri tetangga, Malaysia yakni dengan mulai
tayangnya sebuah acara animasi keluarga yang bertajuk Upin-Ipin. Saya rasa
hampir semua masyarakat Indonesia, setidaknya mereka yang terjangkau dengan
siaran televisi nasional pasti tau serial animasi ini dan alur ceritanya. Ya,
dua anak kembar berkepala plontos ini dengan cepat menjadi begitu tenar di
Indonesia, bukan hanya di layar tv, belakangan muncul pernak-pernik bertema
Upin-Ipin mulai dari buku dengan sampul Upin-Ipin, kaos, boneka, dan bahkan ada
makanan ringan yang secara jelas memasang merk Upin-Ipin dengan gambar dua tokoh
tersebut di bungkusnya. Luar biasa!
Sebenarnya alur dan cerita serial ini sangat sederhana,
bahkan cenderung hanya apa adanya menggambarkan kepolosan dan tingkah laku
keseharian anak-anak usia awal masuk sekolah dengan sedikit bumbu guyonan yang
memang sering terjadi secara sengaja maupun tidak dalam kehidupan mereka.
Indonesia bukannya tak mampu membuat serial TV semacam itu. Mungkin teman-teman
pernah dengar serial Kabayan dan Lip-Lap yang pernah tayang di salah satu
stasiun televisi swasta nasional. Sebenarnya idenya cukup bagus, mengangkat
tokoh Kabayan kecil yang sudah cukup dikenal di Indonesia. Sayangnya, acara ini
terkesan “lebay”, “khayal”, dan berlebihan. Bukan kehidupan sehari-hari si
Kabayan yang nampak dalam alur cerita, namun latar dibuat dalam era di mana
seolah Kabayan telah hidup dalam era yang sudah sedemikian canggih dan modern,
dengan Lip-Lap (seekor kunang-kunang bicara yang jadi asisten kabayan) dan
Profesor Tekno sebagai tokoh pelengkap. Hal ini lah yang membuat serial ini
kurang populer di mata penikmat TV dan akhirnya berhenti tayang.
Satu lagi serial yang juga pernah rilis dengan target
menyaingi Upin-Ipin yakni Simba dan Sahabat. Serial ini menceritakan kehidupan
sehari-hari seorang santri bernama Simba dan teman-temannya di sebuah pondok
pesantren. Serial ini pun akhirnya berhenti tayang, bahkan sangat tragis karena
hanya tayang selama sebulan, itu pun bukan di jam utama tayang televisi.
Kualitas animasi yang apa adanya dan cerita yang kurang dinamis rasanya bisa
jadi jawaban atas pertanyaan mengapa serial ini berhenti tayang.
Mungkin satu-satunya serial made in Indonesia yang bisa
sedikit menyaingi Upin-Ipin yakni serial Si Unyil. Tokoh boneka kayu yang sempat
nge-hits di tahun 80-an ini dikemas ulang dalam serial laptop Si Unyil. Awal
kemunclan unyil di akhir tahun 70-an, adalah menceritakan kehidupan sehar-hari
anak SD bernama Unyil bersama teman-temanya di sebuah desa pinggiran kota. Serial
ini begitu booming kala itu, bahkan hampir semua orang kala itu dan sampai
sekarang setidaknya hafal dengan tokoh-tokohnya. Sebut saja Unyil, Usro, Pak
Raden, dan pak Ogah. Tokoh Unyil begitu
melegenda bahkan namanya sering menjadi julukan bagi anak yang badannya kecil
menyerupai boneka unyil yang memang sangat kecil. Begitu juga pak Ogah, namanya sering disebut
untuk orang-orang yang malas melakukan pekerjaan (ogah-ogahan), sesuai karakter
pak Ogah dalam serial si Unyil. Versi re-make unyil yang sekarang memasuki
tahun ke-6 penayangan, dibuat berbeda dengan versi aslinya. Yakni dengan lebih
banyak memasukan unsur ilmu pengetahuan dan teknologi ke dalam acara dan hal
ini cukup bisa meminta sedikit tempat di hati insan pertelevisian nasional.
Kembali ke Upin-Ipin, walaupun awalnya serial ini menyasar
anak-anak usia 5-10 tahun, namun pada faktanya banyak orang dewasa dan remaja
yang menggandrunginya. Saya pribadi, begitu suka menonton serial ini karena alur
ceritanya yang seakan nyata mengingatkan saya pada masa-masa awal masuk sekolah
dasar dulu. Saya tidak tahu apakah serial ini diambil dari kehidupan anak-anak
di Malaysia sana atau pembuat cerita pernah mengalami kehidupan anak-anak di
Indonesia, tapi yang jelas, latar dan alur cerita serial ini begitu mengena dan
pas porsinya.
1. Bulan Puasa
Awal munculnya serial Upin-Ipin di pertelevisian nasional
adalah ketika bulan puasa tahun 2009. Sehingga, judul serial yang diputar pun
dengan latar para tokoh sedang dalam ibadah bulan puasa. Saya ingat saat kecil,
saat masih duduk di Taman Kanak-kanak di mana ibu saya mengajari puasa untuk
pertama kali. Walaupun berat, lemas, dan ogah-ogahan,toh akhirnya kuat sampai
bedug maghrib. Sebenarnya kala itu belum wajib bagi anak seusia saya untuk
berpuasa, tapi kata ibu, harus latihan dari sekarang dan akan mendapat pahala. Terlebih,
ada beberapa teman seusia saya yang belum puasa bahkan terang-terangan makan di
depan saya ketika saya sedang puasa. Hal-hal ini begitu nyata dimainkan dalam
serial Upin-Ipin. Hal yang serupa juga terjadi saat hari raya, saya dan
teman-teman pergi keliling desa sambil berharap salam temple dari para rang
tua. Pun demikian yang dicertiakan dalam Upin-Ipin. Saat malm hari, di mana
orang-orang tua tengah salat tarawih. Upin-Ipin dan temen-temannyya justru
asyik bermain petasan dan kejar-kejaran yang pada akhirnya mereka diingatkan
orang tua untuk masuk ke mesjid dan jangan rebut lagi. Hal itu pun saya alami
kala itu.
2. Permainan Masa Kecil
Layakya anak kecil,
hal yang paling disukai tentu adalah bermain. Tidak seperti anak-anak
jaman sekarang yang telah diracuni ipad dan BB sejak dini, permainan dalam
serial Upin-Ipin yang yang juga pernah
saya mainkan sungguh jauh lebih mantap. Permainan yang paling sering
tentu petak umpet. dalam salah satu episode diceritakan salah satu tokoh
bernama Mail bersembunyi dan Ehsan (tokoh yang jadi pencari) tak jua menemukan
Mail. Hinggga akhirnya Ehsan ngmbek dan berhenti bermain. Hal ini juga saya
alami waktu kecil, di mana kalau ada anak yang sering jadi kucing(istilah untuk
menyebut anak yang sembunyi selalu ketahuan dan akhirnya jadi pencari terus),
pasti berhenti bermain dan tak jarang menangis dalam permainan. Haha…
Permainan selanjutnya yakni masak-masakan. Di mana tokoh perempuan
bernama Mei-Mei sangaat suka dengan permainan ini dan sering memaksa
teman-temannya yang laki-laki untuk ikut bermain, padahal mereka seeding asik
bermain kelereng (kalau di desaku namanaya dir-diran). Permainan berikutnya
adalah Gobyak Sandal. Aturan permainan ini baik dalam serial Upin-Ipin maupun
yang saya mainkan dulu sama. Anak-anak dibagi dalam dua tim, masing-masing
terdiri 5-7 anak di mana ada tim jaga dan tim lempar. Tim lempar berusaha
menyusun sandal-sandal berjumlah 5-7 buah menjadi sebuah kerucut. Hal ini tak
mudah karena tim jaga memiliki satu sandal yang apabila dilempar dan mengenai
tubuh anggota tim lempar, maka dia harus berhenti bermain.
Satu lagi permainan unik yang saya piker hanya ada di
desaku, tapi ternyata di serial ini juga ada yakni main tarik rumput. Permainannya
cukup sederhana, ambil sehelai rumpu dengan ujung bercabang dua, lalu ikat
kedua ujung cabang hingga menyerupai raket tanpa senar, lalu teman lain membuat
hal serupa dan akan diadu dengan punya kita. Caranya, masukan ujung pegangan ke
lingkaran rumput punya teman, lalu teman kita juga melakukan hal serupa. Kemudian
saling tari, dan rumput yang putus itulah yang kalah.
3. Mitos Masa Kecil
Selain kehidupan yang begitu nyata dan dinamis, mitos-mitos
masa kecil yang dulu moncer di masa saya kecil, ternyata juga ada di serial
ini. Yang pertama yakni mitos tentang hantu. Dalam salh satu episode
diceritakan upin-ipin pulamng ngaji malam hari bersama teman-temanya. Kemudian mereka
berlari kala melewati pekarangan yang gelap karena takut dengan hantu. Hahha,
ternyata hal inipun saya lakukann waktu kecil dulu.
Selanjutnya yakni tentang sunat itu sakit. Sebelum saya
disunat tahun 2003 silam, saya sempat minta pada ibu agar tidak usah disunat
karena takut sakit. Alasan saya kala itu yakni kalau saya kehabisan darah terus
mati bagaimana?? Haha. Upin-Ipin pun mangalami hal serupa, bahkan dalam salah
satu adegan terlihat anak yang berteriak dan lari ketika sudah masuk ruang
dokter sunat.
Berikutnya, suasana saat mati lampu. Diceritakan tokoh
Upin-Ipin ketakutan saat matilampu samapi kemudian tokoh kak Ross menyalakan
lilin. Selanjutnya, saat tangan didekatkan ke cahaya lilin, maka akan muncul
bayangan besar di tembok dari gerakan tangan kita. Dengan mengepalkan kedua
tanngan saja bisa diciptakan bayangan menyerupai rusa, burung, kambing,
kelinci, dan sebagainya. Wah wah, subhanallah, waktu kecil pun saya melakukan
hal serupa. Mungkin saya perlu bertanya kepada pembuat tokoh Upin-Ipin apakah
dia menginti kehidupan masa kecil saya??
Entahlah, saya secara pribadi dan mungkin teman-teman juga
merasa kok bisa ya Upin-Ipin begitu nyata menggambarkan cerita masa kecil kita.
Mungkin yang tidak ada di sini hanya kesukaan anak-anak masa saya kecil
melindaskan paku di rel kereta api untuk membuat keris-kerisan. Yah, mungkin
karena latar Upin-Ipin jauh dari rel kereta api dan stasiun. Tapi, selebihnya
hampir sama, bahkan mirip. Subhanalla, masa kecil memang menyenangkan dan tak
mungkin akan terulang. Tapi kalau mau memutar ulangnya, tonton saja Upin-Ipin,
setidaknya ini bagi saya. Bagaiman dengan kamu???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar