Salam Olahraga
Alhamdulillah, di tengah-tengah kesibukan sebagai abdi negara, ane masih sempet ngotak-atik patch game kesayangan ane ini gan, Winning Eleven 9 a.k.a WE9 atau PES 5 versi PES 2015 atau juga FIFA 2015.
Sebenernya ane agak jarang main game ini gan, lebih suka main PES 2015 atau FIFA 2015, tapi karena versi terbaru game WE9 udah gak keluar tiap tahun kaya game PES dan FIFA, ane sempetin deh ngedit patch game legendaris ini,
Ane udah sebisa mungkin bikin se-update-updatenya gan, kalopun masih ada kekurangan mohon dimaklumi ya, soalnya sekarang ane udah gak kaya taun sebelumnya, ane udah krja jadi pns gan , hehe...
Oke langsung aja gan, ini ane kasih updatean Winning Eleven 9 terbaru
buat musim 2014/2015.
1. Download patch update WE 9 di sini (via mediafire) atau bisa juga
di sini (via 4shared)
2.
File yang udah di download, di-copy (atau di-cut terserah, tapi lebih
aman di-copy aja) terus buka My computer-->/C-->Program
File-->trus cari folder Konami-->WE 9-->Save-->Folder1 (nah,
terus paste deh di situ). Jangan lupa, patch yang sebelumnya dihapus
dulu. Kalo ga, biasanya pas di-paste akan ada peringatan apakah mau
meremove existing file, klik yes aja.
3. Buat yang main
pake WE 9 versi RIP (ane juga pake yang ini, lebih enteng di netbook)
lakukan hal serupa dengan langkah ke-2, cuman biasanya folder yang
dicari ada di My Document-->Konami-->Save-->Folder1.
4.
Oh ya, buat yang main pakai PES 5, tenang aja, patch updetan ini juga
bisa dipake kok, cukup ganti nama file yang udah di-download
(KONAMI-WIN32WE9UOPT) ganti dengan nama KONAMI-WIN32PES5UOPT, terus
lakukan seperti langkah pada nomor 2.
nih ane kasih beberapa screenshot gan
Jangan Lupa Ninggalin Komen gan, semoga bermanfaat, maaf kalo ada kekurangan dan kurang berkenan, soalnya bursa transfer berikut ane ga janji bisa upload patch lagi, agak capek gan, ane prefer main pes atau fifa aja deh yang tinggal install, hehe....
Salam Olahraga
Puguh's Book
Life is Amazing
Minggu, 07 September 2014
Minggu, 09 Maret 2014
Saya Tak Membaur Bukan Karena Saya Angkuh
KPP Pratama Kebumen, tak
terasa hampir enam bulan kantor ini
menjadi “sekolah” saya yang baru. Sekolah yang mengajarkan betapa beragamnya
sifat orang di luar sana, betapa begitu banyak orang hebat dan orang baik di sekitar
kita, namun memberi alarm peringatan bahwa di mana ada orang yang baik, pasti
ada orang yang “tidak terlalu baik”, atau “belum menjadi baik”. Tempat ini
mengingatkan bahwa dunia kerja akan tetap dan akan selalu seperti lautan yang
sangat sukar diprediksi.
Hari pertama saya masuk “kerja”,
salah seorang pegawai senior membeberkan beberapa pengalamannya selama menjadi abdi negara. Satu poin penting
yang saya tangkap dari hasil pembicaraan kami adalah, sebagai pegawai “rendahan”
yang akan selalu dimutasi dari satu titik ke titik yang lain, saya harus punya
tabungan. Belau bercerita suatu masa ditempatkan di Papua, dan baru beberapa
hari di sana langsung disuruh diklat di Jakarta. Memang ongkos dan biaya
akomodasi akan ditanggung pemerintah nantinya, tapi kata “nanti” tidak pernah
bisa ditebak kapan terjadi. Simpulannya adalah, untuk beberapa waktu, semua
ongkos harus ditanggung sendiri, dan kondisi terburuk adalah, kalau saya tidak punya ongkos, lantas
dengan apa saya membayar biaya yang tidak bisa dibilang sedikit ini?
Sebagian dari anda
mungkin menjawab, “gampang, tinggal minta orang tua”., atau “pinjam dulu sama
saudara, nanti kan dikembalikan”. Kedua opsi tersebut memang benar, tapi keduanya
tak berlaku bagi saya. Meminta uang pada orang tua sama saja dengan menambah
berat beban orang tua yang selama ini sudah begitu berat. Meminta kepada
saudara? Saudara yang mana? kalaupun ada, mereka bisa member I satu dengan
syarat saya bisa mengembalikan dua.
Menabung, adalah
satu-satunya opsi yang tersedia bagi saya. Uang tunggu setiap bulan memang tak
seberapa jumlahnya, bahkan saat saya masih kuliah saya bisa mendapat jauh lebih
besar dari hasil mengajar privat. Tapi sekecil
apapun jumlahnya, kalau setiap bulan saya rajin menyisihkan beberapa bagian
darinya, saya yakin akan sangat membantu dan bermanfaat jika suatu saat
dibutuhkan biaya akomodasi untuk diklat dan segala macamnya.
Membawa bekal makanan
dari rumah setiap hari? Tak pernah mau kalau diajak karaoke? Tak pernah mau
diajak makan siang bareng teman-teman? Kalau saya mau jujur, uang tunggu yang “hanya”
850 ribu itu hanya saya ambiil 300 ribu
setiap bulannya. 150 ribu untuk pegangan saya, dan sisanya saya berikan pada
ibu saya. Yang 550 ribu? Saya biarkan mengendap menjadi investasi saya di
kemudian hari. Biarlah orang menyebut saya kampungan, kuper, jadul, angkuh, atau
bahkan pelit, yang jelas saya tak mengambil milik orang lain, dan saya mencoba
tak menyusahkan siapapun. Satu-satunya yang cukup kerepotan mungkin ibu saya,
yang harus menyiapkan sarapan dan bekal setiap pagi. Baiklah, memang benar,
tapi akan jauh lebih memberatkan beliau kalau saya tak memiliki tabungan, dan
merengek meminta uang untuk ongkos jalan suatu saat nanti. Hidup keluarga kami
sudah begitu berat dan kekurangan, kalau saya tidak mau prihatin, pantas lah
anda sebut saya anak durhaka.
Saya tak seperti anda
yang semua uang tunggunya menjadi milik anda, bebas anda gunakan, bebas anda
belanjakan. Maaf jika saya sering menolak ajakan kalian kawan, bukan karena
saya tak mau diajak bersenang-senang, tapi saya sedang mencoba bertahan.
Tolong jangan sebut saya
angkuh, saya hanya sedang berusaha meraih mimpi saya, dan mewujudkan harapan kedua orang tua saya.
Jumat, 27 Desember 2013
Radio, Riwayatmu Kini
(radio di rumah saya)
Radio, siapa yang mengira
bahwa salah satu alat komunikasi ini akan segera memasuki akhir “masa
berlakunya”. Hal yang tentu tak pernah ada dalam benak Guglielmo Marconi saat
beliau menemukan radio pada 1895. Betapa
tidak, di tengah pesatnya perkembangan teknologi,informasi dan internet,
semakin jarang orang menyentuh alat dengan output audio ini. Munculnya telefon
genggam multi fungsi yang disusul dengan pesatnya perkembangan teknologi
handphone pintar, bisa jadi merupakan suspect utama yang jadi “biang”
kehancuran radio. Orang tak perlu lagi
menyalakkan radio dan menunggu seharian untuk mendengar lagu kesukaannya
diperdengarkan. Orang tak mau lagi mendengarkan cuap-cuap penyiar radio karena
tak nampak wajah tampan dan paras ayu dari sang penyiar. Orang tak perlu menunggu
sampai jam 7 pagi dan jam 9 malam hanya untuk sekedar mendengar warta berita
dan informasi terbaru. Semua cukup
dilakukan dengan kotak kecil berlayar bernama handphone, cukup lakukan beberapa
kali pencet tombol, dan kau sudah dapattkan semuanya. Musik yang kau
gandrungi, lengkap dengan video sang artis dan bisa disambi dengan membaca
berita terhangat di situs tertentu. Tak perlu kau bersusah payah menyalakan
radio, mencari frekuensi yang pas, dan menunggu lagu mu diputar.
("hati" dari sebuah pesawat radio dua band)
Ketiadaan pesawat televisi
di rumah saya membuat saya menghabiskan
sebagian besar masa kecil saya dengan mendengarkan kotak kecil bersuara yang membuat saya sangat terkagum saat pertama melihatnya. Sesuatu yang tetap bertahan hingga sekarang, dan tetap saja radio begitu istimewa di mata saya. Suara karismatik khas para penyiar radio,
dengan selingan beberapa lagu yang sedang “moncer” di kala itu, dan beberapa iklan
di radio yang dibuat “seadanya” namun
tetap mengena. Sungguh masa indah yang sangat berharga untuk saya simpan
sendiri. Atau mungkin anda bisa
mengingat bagaimana seru dan mencekamnya sandiwara radio yang sempat sangat
hits di medio 90an. Walau saya belum terlalu “ngeh” dengan alur cerita
sandiwara radio kala itu, tapi melihat ayah dan saudara-saudara saya sangat
antusias menyimak acara ini setiap hari, tentu acara tersebut memang sangat berjaya di
eranya. Setiap malam jumat ada acara Alam Lelembut dengan deretan cerita misteri dan pengalaman mistis yang dibacakan sang penyiar, sungguh
mencekam, bahkan saya selalu meminta ibu saya menemani saya tiap kali
mendengarkan acara ini. Dan apa lagi yang tak terlupa dari era keemasan radio
di masa kecil saya? Suara khas para pembawa radio RRI yang selalu diawali
dengan instrument lagu Rayuan Pulau Kelapa, dan selalu berakhir dengan
kata-kata “sekian siaran sentral dari Jakarta”. Saya yakin anak-anak jaman
sekarang yang telah begitu dimanjakan dengan teknologi canggih di semua lini
tak akan mengerti arti kebahagiaan saya di masa kecil dengan radio. Dan jika
anda mengalami masa indah bersama radio, berarti hidup anda luar biasa.
(radio 4 band, sesuatu yang ingin saya beli tapi belum kesampaian)
Beberapa waktu lalu saya
mencoba menghidupkan nostalgia saya dengan menyalakan radio di kantor untuk menemani
kesibukan bekerja. Tanpa saya duga, teman satu ruangan saya, atau bisa dibilang
teman satu bilik saya, ternyata menyukainya. Sungguh sesuatu yang tak saya duga
jika ternyata teman saya ini, sebut saja namanya S, juga suka mendengarkan
radio dan memiliki masa kecil yang bisa dibilang hampir sama dengan saya.
Sekilas dia sempat menyebutkan beberapa stasiun radio favorit yang pernah dan
seering dia dengarkan. Mulai saat masih mengudara di frekuensi AM, dan sekarang di FM. mulai dari Bima Sakti, Indrakila FM (sekarang In FM), Prima FM, GSP, Geronimo, dan banyak lagi. Sampai kami sampai ke pembicaraan yang sedikit serius
dengan membahas dari mana stasiun radio mendapat dana untuk beroperasi dan
bagaimana mereka menggaji para penyiar dan pegawainya. Mungkin perbincangan
kami akan sangat klise dan tak berbobot untuk saya tuangkan di sini karena kami bukan
orang yang cukup kompeten dalam hal ini. Tapi setidaknya pengalaman hari itu
memberi saya satu hal, saya bukan satu-satunya orang yang “tergila-gila” dengan
radio, ada orang lain bahkan dia ada di sekitar saya, dan tentu ada banyak
orang lain yang sama “alirannya” dengan saya di luar sana. Mengutip lirik lagu
dari John Lennon, “You may say I’m a dreamer, but I’m not the only one. Tentu
saja saya bukan satu-satunya, tapi satu hal yang jelas, dengan perkembangan teknologi yang kian
deras, munculnya berbagai barang praktis dan multifungsi dengan teknologi yang
canggih, tentu amatlah sulit radio untuk bersaing karena hanya dibekali dengan “suara
saja”. Kita tidak tau nasib radio 5, 10, atau 20 tahun lagi, mungkinkah
eksistensi radio akan punah? Jadi, dengarkan radio selagi masih ada stasiun radio yang mengudara.
Baiklah, mungkin mulai
dari saat ini anda bisa mulai menghitung berapa banyak dari anda yang masih belajar di malam hari dengan
ditemani alunan suara penyiar radio? Berapa banyak dari anda yang masih setia
menunggu di depan radio menunggu lagu kesayangan diputar? Berapa banyak dari
anda yang saat pulang beraktifitas, beristirahat sambil makan malam dan
ditemani musik dari radio? Atau mungkin pertanyaan yang paling sederhana,
masihkah anda memiliki radio di rumah? Baiklah, anda tak perlu menjawab anda
punya radio di handphone anda, karena anda bahkan tak pernah memakai fitur ini
di handphone anda. Jadi, mungkin benar jika radio akan segera “dipunahkan” oleh
makhluk sejenis dengan yang telah menemukannya lebih dari seratus tahun lalu. Atau kalau anda merasa
tersinggung, radio dipunahkan oleh “ciptaan” baru dari spesies yang sama dari
yang telah menemukannya. Saya terlalu lebay? Saya malah merasa terlalu
sederhana menyampaikannya. Radio, ini
bukan tentang teknologi, tapi tentang pilihan.
Langganan:
Postingan (Atom)