Waktu cepat berlalu jika
kau menikmati suasana. Saya selalu mencoba mengejawentahkan jargon tersebut
dalam hal apapun, walau terkadang terasa berat. Rasanya anda tak perlu mengungkit masa idah
kami para alumni STAN 2012 yang panjangnya tiga kali lebih lama dari masa idah
dalam definisi yang sebenarnya. Tentu saja, anda tak perlu mengingatkan kami
akan hal itu, karena kami sekarang telah resmi mengakhiri masa penantian kami
dengan dipersunting salah satu Ditjen paling bonafit di negeri ini, Direktorat
Jenderal Pajak.
Dan setelah melalui
sederet alur birokrasi yang cukup “menghibur”, akhirnya kami resmi dimagangkan.
Kami sempat diberi hak memilih tiga kandidat lokasi untuk dijadikan tempat magang,
kemudian entah apa dan bagaimana proses penentuan lokasi magang dari pusat,
saya mendapat lokasi magang di KPP Pratama Kebumen. Bagi saya ini tak banyak memberi
kejutan karena KPP ini memang yang saya jadikan pilihan pertama sebelum KPP
Purworejo dan Cilacap. Dan akhirnya, jalan takdir pula yang mempertemukan saya
dengan ke 14 rekan sesama peserta magang tepat di hari Kesaktian Pancasila
tahun ini. Sebagian dari mereka sudah tak asing bagi saya, bahan beberapa di
antaranya merupakan teman seperjuangan selama 3 tahun menempuh pendidikan di
kampus Ali Wardhana. Sebagian lagi memang masih asing bagi saya, tapi saya
tetap yakin mereka adalah rekan satu almamater yang tentu memiliki visi dan
misi serupa dengan saya.
Hari pertama masuk kerja
dan berada di lingkungan baru, memang terasa aneh. Ibarat gelombang radio, saya
mungkin perlu melakukan penyetelan frekuensi agar terjadi resonansi antara hati
saya dan mereka yang ada di sekitar saya. Namun, hal serupa tak perlu dilakukan
beberapa di antara kami. Sebagian dari kami yang baru dimagangkan, telah
terlebih dahulu melakukan magang mandiri di tempat ini sejak beberapa waktu
lalu.
Hari pertama kami lalui
dengan layaknya penduduk baru yang mesti berkeliling menyapa satu per satu penduduk lama sambil
mengenalkan diri. Saya pun tahu ini hanya tradisi saja, karena muskil bagi kami
dan mereka para penghuni lama untuk sekedar saling mengingat nama hanya dari
satu jabat tangan dan menyebut nama panggilan masing-masing. Waktu lah yang
mungkin akan membuat kami saling mengenal dan tahu satu sama lain. Namun, ada
kalanya kau tak perlu memikirkan untuk apa kau melakukan sesuatu, selama kau
tahu dampak dari yang kau buat tak akan berakhir buruk. Karena saya tahu ini
tradisi yang sudah menjadi norma yang umum, saya pun pasrah saja. Hasilnya? Mungkin
hanya satu atau dua orang saja yang saya ingat nama dan orangnya, sisanya “ambyar”.
Bahkan sesama pegawai magangpun, saya belum hafal satu per satu namanya kala
itu.
Selayaknya komponen baru
dari suatu sistem,kami pun tak banyak mendapat tugas kompleks di masa awal
kedatangan kami. Hanya beberapa tugas klerikal yang mereka percayakan untuk
kami tangani. Bahkan beberapa di antara kami tak tahu apa yang mesti dikerjakan
dan mesti berbuat apa. Saat situasi yang umum terjadi ini benar-benar terjadi, bergerombol
untuk sekedar menutupi kalau kami tak ada kerjaan pun jadi pilihan nomor wahid.
Lain cerita dengan mereka yang telah terlebih dahulu “mencuri” start magang di
tempat ini, orang wam tak akan tahu kalau mereka masih berstatus magang karena
sibuknya mereka bekerja. Mereka seperti sudah menyatu dengan sistem yang ada,
sebagaimana yang saya utarakan sebelumnya, mereka telah melakukan resonansi
hati dengan lingkungan ini.
Waktu ba’da shalat ashar
adalah waktu yang paling saya tunggu. Saya tak tahu bagaimana dengan mereka, tapi
waktu sore menjelang senja ini adalah momen paling menyenangkan dalam 9,5 jam
waktu kerja di kantor. Anda mungkin masih ingat masa kecil saat bermain dengan
teman seusia tanpa membedakan latar belakang dan gender? Yup, saya
mendapatkannya (lagi) di sini. Sejak masa-masa sekolah menengah sampai kuliah,
bermain olahraga bersama antara wanita dan laki-laki adalah hal yang mungkin
sangat jarang ditemui. Tapi di sini, kami tak peduli laki-laki atau wanita,
asal anda mau, anda bisa bermain voli bersama-sama. Belakangan, bola pimpong
juga masuk dalam olahraga yang kami mainkan bersama. Skill dan keahlian dalam
bermain, bukan menjadi hal yang penting di sini. Yang terpenting adalah kemauan
untuk berbaur, dan anda akan merasakan sensasinya. Tak perlu takut akan
ditertawakan karena tidak bisa atau melakukan keslahan,karena kalau diperhatikan, kami justru lebih banyak
tertawa daripada bermain dengan mestinya. Yah, seperti yang saya katakan, ,ini
lah sensasinya.
Tak terasa, hampir satu
bulan telah kami lalui bersama. Ini adalah hidup dan keluarga baru saya. Saya tak
perlu bertanya pada mereka menganggap
saya seperti apa. Tapi, bagi saya mereka adalah keluarga saya. Saya ingat salah
satu kutipan dari Novel Lupus. Dalam hidup ini, kita punya dua jenis keluarga,
yaitu keluarga karena takdir, dan keluarga yang kalian pilih. Keluarga karena
takdir, yaitu bapak, ibu,kakak,adik, dan saudara-saudara kalian. Sedangkan keluarga
yang kau pilih, adalah mereka yang kau anggap istimewa dan memiliki tempat
sendiri di hatimu. Dan bagi saya, kalian rekan-rekan magang, adalah keluarga
yang saya pilih dan kalian selalu istimewa di hati saya. Suatu saat kau mungkin
tak akan hidup dengan orang yang kau cintai, tapi dengan orang yang kau pilih.