p

Jumat, 27 Desember 2013

Radio, Riwayatmu Kini

             (radio di rumah saya)
Radio, siapa yang mengira bahwa salah satu alat komunikasi ini akan segera memasuki akhir “masa berlakunya”. Hal yang tentu tak pernah ada dalam benak Guglielmo Marconi saat beliau menemukan radio pada 1895.  Betapa tidak, di tengah pesatnya perkembangan teknologi,informasi dan internet, semakin jarang orang menyentuh alat dengan output audio ini. Munculnya telefon genggam multi fungsi yang disusul dengan pesatnya perkembangan teknologi handphone pintar, bisa jadi merupakan suspect utama yang jadi “biang” kehancuran radio.  Orang tak perlu lagi menyalakkan radio dan menunggu seharian untuk mendengar lagu kesukaannya diperdengarkan. Orang tak mau lagi mendengarkan cuap-cuap penyiar radio karena tak nampak wajah tampan dan paras ayu dari sang penyiar. Orang tak perlu menunggu sampai jam 7 pagi dan jam 9 malam hanya untuk sekedar mendengar warta berita dan informasi terbaru.  Semua cukup dilakukan dengan kotak kecil berlayar bernama handphone, cukup lakukan beberapa kali pencet  tombol, dan  kau sudah dapattkan semuanya. Musik yang kau gandrungi, lengkap dengan video sang artis dan bisa disambi dengan membaca berita terhangat di situs tertentu. Tak perlu kau bersusah payah menyalakan radio, mencari frekuensi yang pas, dan menunggu lagu mu diputar.
         ("hati" dari sebuah pesawat radio dua band)


Ketiadaan pesawat televisi  di rumah saya membuat saya menghabiskan sebagian besar masa kecil saya dengan mendengarkan kotak kecil bersuara yang membuat saya sangat terkagum saat pertama melihatnya. Sesuatu yang tetap bertahan hingga sekarang, dan tetap saja radio begitu istimewa di mata saya. Suara karismatik khas para penyiar radio, dengan selingan beberapa lagu yang sedang “moncer” di kala itu, dan beberapa iklan di radio yang  dibuat “seadanya” namun tetap mengena. Sungguh masa indah yang sangat berharga untuk saya simpan sendiri.  Atau mungkin anda bisa mengingat bagaimana seru dan mencekamnya sandiwara radio yang sempat sangat hits di medio 90an. Walau saya belum terlalu “ngeh” dengan alur cerita sandiwara radio kala itu, tapi melihat ayah dan saudara-saudara saya sangat antusias menyimak acara ini setiap hari, tentu  acara tersebut memang sangat berjaya di eranya.  Setiap malam jumat ada acara Alam Lelembut dengan deretan cerita misteri dan pengalaman mistis  yang dibacakan sang penyiar, sungguh mencekam, bahkan saya selalu meminta ibu saya menemani saya tiap kali mendengarkan acara ini. Dan apa lagi yang tak terlupa dari era keemasan radio di masa kecil saya? Suara khas para pembawa radio RRI yang selalu diawali dengan instrument lagu Rayuan Pulau Kelapa, dan selalu berakhir dengan kata-kata “sekian siaran sentral dari Jakarta”. Saya yakin anak-anak jaman sekarang yang telah begitu dimanjakan dengan teknologi canggih di semua lini tak akan mengerti arti kebahagiaan saya di masa kecil dengan radio. Dan jika anda mengalami masa indah bersama radio, berarti hidup anda luar biasa.

(radio 4 band, sesuatu yang ingin saya beli tapi belum kesampaian)

Beberapa waktu lalu saya mencoba menghidupkan nostalgia saya dengan  menyalakan radio di kantor untuk menemani kesibukan bekerja. Tanpa saya duga, teman satu ruangan saya, atau bisa dibilang teman satu bilik saya, ternyata menyukainya. Sungguh sesuatu yang tak saya duga jika ternyata teman saya ini, sebut saja namanya S, juga suka mendengarkan radio dan memiliki masa kecil yang bisa dibilang hampir sama dengan saya. Sekilas dia sempat menyebutkan beberapa stasiun radio favorit yang pernah dan seering dia dengarkan. Mulai saat masih mengudara di frekuensi AM, dan sekarang di FM. mulai dari Bima Sakti, Indrakila FM (sekarang In FM), Prima FM, GSP, Geronimo, dan banyak lagi. Sampai kami sampai ke pembicaraan yang sedikit serius dengan membahas dari mana stasiun radio mendapat dana untuk beroperasi dan bagaimana mereka menggaji para penyiar dan pegawainya. Mungkin perbincangan kami akan sangat klise dan tak berbobot  untuk saya tuangkan di sini karena kami bukan orang yang cukup kompeten dalam hal ini. Tapi setidaknya pengalaman hari itu memberi saya satu hal, saya bukan satu-satunya orang yang “tergila-gila” dengan radio, ada orang lain bahkan dia ada di sekitar saya, dan tentu ada banyak orang lain yang sama “alirannya” dengan saya di luar sana. Mengutip lirik lagu dari John Lennon, “You may say I’m a dreamer, but I’m not the only one. Tentu saja saya bukan satu-satunya, tapi satu hal yang jelas,  dengan perkembangan teknologi yang kian deras, munculnya berbagai barang praktis dan multifungsi dengan teknologi yang canggih, tentu amatlah sulit radio untuk bersaing karena hanya dibekali dengan “suara saja”. Kita tidak tau nasib radio 5, 10, atau 20 tahun lagi, mungkinkah eksistensi radio akan punah? Jadi, dengarkan radio selagi masih ada stasiun radio yang mengudara.

Baiklah, mungkin mulai dari saat ini anda bisa mulai menghitung berapa banyak dari anda  yang masih belajar di malam hari dengan ditemani alunan suara penyiar radio? Berapa banyak dari anda yang masih setia menunggu di depan radio menunggu lagu kesayangan diputar? Berapa banyak dari anda yang saat pulang beraktifitas, beristirahat sambil makan malam dan ditemani musik dari radio? Atau mungkin pertanyaan yang paling sederhana, masihkah anda memiliki radio di rumah? Baiklah, anda tak perlu menjawab anda punya radio di handphone anda, karena anda bahkan tak pernah memakai fitur ini di handphone anda. Jadi, mungkin benar jika radio akan segera “dipunahkan” oleh makhluk sejenis dengan yang telah menemukannya lebih dari seratus tahun lalu. Atau kalau anda merasa tersinggung, radio dipunahkan oleh “ciptaan” baru dari spesies yang sama dari yang telah menemukannya. Saya terlalu lebay? Saya malah merasa terlalu sederhana  menyampaikannya. Radio, ini bukan tentang teknologi, tapi tentang pilihan.