p

Rabu, 17 Oktober 2012

Serial Upin-Ipin: Potret Kehidupan Masa Kecil Saya, Kok Bisa???



Pertengahan tahun 2009, para insan penikmat televisi di Indonesia mendapat invasi dari negeri tetangga, Malaysia yakni dengan mulai tayangnya sebuah acara animasi keluarga yang bertajuk Upin-Ipin. Saya rasa hampir semua masyarakat Indonesia, setidaknya mereka yang terjangkau dengan siaran televisi nasional pasti tau serial animasi ini dan alur ceritanya. Ya, dua anak kembar berkepala plontos ini dengan cepat menjadi begitu tenar di Indonesia, bukan hanya di layar tv, belakangan muncul pernak-pernik bertema Upin-Ipin mulai dari buku dengan sampul Upin-Ipin, kaos, boneka, dan bahkan ada makanan ringan yang secara jelas memasang merk Upin-Ipin dengan gambar dua tokoh tersebut di bungkusnya. Luar biasa!
 Sebenarnya alur dan cerita serial ini sangat sederhana, bahkan cenderung hanya apa adanya menggambarkan kepolosan dan tingkah laku keseharian anak-anak usia awal masuk sekolah dengan sedikit bumbu guyonan yang memang sering terjadi secara sengaja maupun tidak dalam kehidupan mereka. 


Indonesia bukannya tak mampu membuat serial TV semacam itu. Mungkin teman-teman pernah dengar serial Kabayan dan Lip-Lap yang pernah tayang di salah satu stasiun televisi swasta nasional. Sebenarnya idenya cukup bagus, mengangkat tokoh Kabayan kecil yang sudah cukup dikenal di Indonesia. Sayangnya, acara ini terkesan “lebay”, “khayal”, dan berlebihan. Bukan kehidupan sehari-hari si Kabayan yang nampak dalam alur cerita, namun latar dibuat dalam era di mana seolah Kabayan telah hidup dalam era yang sudah sedemikian canggih dan modern, dengan Lip-Lap (seekor kunang-kunang bicara yang jadi asisten kabayan) dan Profesor Tekno sebagai tokoh pelengkap. Hal ini lah yang membuat serial ini kurang populer di mata penikmat TV dan akhirnya berhenti tayang. 

Satu lagi serial yang juga pernah rilis dengan target menyaingi Upin-Ipin yakni Simba dan Sahabat. Serial ini menceritakan kehidupan sehari-hari seorang santri bernama Simba dan teman-temannya di sebuah pondok pesantren. Serial ini pun akhirnya berhenti tayang, bahkan sangat tragis karena hanya tayang selama sebulan, itu pun bukan di jam utama tayang televisi. Kualitas animasi yang apa adanya dan cerita yang kurang dinamis rasanya bisa jadi jawaban atas pertanyaan mengapa serial ini berhenti tayang.

Mungkin satu-satunya serial made in Indonesia yang bisa sedikit menyaingi Upin-Ipin yakni serial Si Unyil. Tokoh boneka kayu yang sempat nge-hits di tahun 80-an ini dikemas ulang dalam serial laptop Si Unyil. Awal kemunclan unyil di akhir tahun 70-an, adalah menceritakan kehidupan sehar-hari anak SD bernama Unyil bersama teman-temanya di sebuah desa pinggiran kota. Serial ini begitu booming kala itu, bahkan hampir semua orang kala itu dan sampai sekarang setidaknya hafal dengan tokoh-tokohnya. Sebut saja Unyil, Usro, Pak Raden, dan pak Ogah.  Tokoh Unyil begitu melegenda bahkan namanya sering menjadi julukan bagi anak yang badannya kecil menyerupai boneka unyil yang memang sangat kecil.  Begitu juga pak Ogah, namanya sering disebut untuk orang-orang yang malas melakukan pekerjaan (ogah-ogahan), sesuai karakter pak Ogah dalam serial si Unyil. Versi re-make unyil yang sekarang memasuki tahun ke-6 penayangan, dibuat berbeda dengan versi aslinya. Yakni dengan lebih banyak memasukan unsur ilmu pengetahuan dan teknologi ke dalam acara dan hal ini cukup bisa meminta sedikit tempat di hati insan pertelevisian nasional.

Kembali ke Upin-Ipin, walaupun awalnya serial ini menyasar anak-anak usia 5-10 tahun, namun pada faktanya banyak orang dewasa dan remaja yang menggandrunginya. Saya pribadi, begitu suka menonton serial ini karena alur ceritanya yang seakan nyata mengingatkan saya pada masa-masa awal masuk sekolah dasar dulu. Saya tidak tahu apakah serial ini diambil dari kehidupan anak-anak di Malaysia sana atau pembuat cerita pernah mengalami kehidupan anak-anak di Indonesia, tapi yang jelas, latar dan alur cerita serial ini begitu mengena dan pas porsinya.

1. Bulan Puasa
Awal munculnya serial Upin-Ipin di pertelevisian nasional adalah ketika bulan puasa tahun 2009. Sehingga, judul serial yang diputar pun dengan latar para tokoh sedang dalam ibadah bulan puasa. Saya ingat saat kecil, saat masih duduk di Taman Kanak-kanak di mana ibu saya mengajari puasa untuk pertama kali. Walaupun berat, lemas, dan ogah-ogahan,toh akhirnya kuat sampai bedug maghrib. Sebenarnya kala itu belum wajib bagi anak seusia saya untuk berpuasa, tapi kata ibu, harus latihan dari sekarang dan akan mendapat pahala. Terlebih, ada beberapa teman seusia saya yang belum puasa bahkan terang-terangan makan di depan saya ketika saya sedang puasa. Hal-hal ini begitu nyata dimainkan dalam serial Upin-Ipin. Hal yang serupa juga terjadi saat hari raya, saya dan teman-teman pergi keliling desa sambil berharap salam temple dari para rang tua. Pun demikian yang dicertiakan dalam Upin-Ipin. Saat malm hari, di mana orang-orang tua tengah salat tarawih. Upin-Ipin dan temen-temannyya justru asyik bermain petasan dan kejar-kejaran yang pada akhirnya mereka diingatkan orang tua untuk masuk ke mesjid dan jangan rebut lagi. Hal itu pun saya alami kala itu.

2. Permainan Masa Kecil
Layakya anak kecil,  hal yang paling disukai tentu adalah bermain. Tidak seperti anak-anak jaman sekarang yang telah diracuni ipad dan BB sejak dini, permainan dalam serial Upin-Ipin yang yang juga pernah  saya mainkan sungguh jauh lebih mantap. Permainan yang paling sering tentu petak umpet. dalam salah satu episode diceritakan salah satu tokoh bernama Mail bersembunyi dan Ehsan (tokoh yang jadi pencari) tak jua menemukan Mail. Hinggga akhirnya Ehsan ngmbek dan berhenti bermain. Hal ini juga saya alami waktu kecil, di mana kalau ada anak yang sering jadi kucing(istilah untuk menyebut anak yang sembunyi selalu ketahuan dan akhirnya jadi pencari terus), pasti berhenti bermain dan tak jarang menangis dalam permainan. Haha…

Permainan selanjutnya yakni masak-masakan. Di mana tokoh perempuan bernama Mei-Mei sangaat suka dengan permainan ini dan sering memaksa teman-temannya yang laki-laki untuk ikut bermain, padahal mereka seeding asik bermain kelereng (kalau di desaku namanaya dir-diran). Permainan berikutnya adalah Gobyak Sandal. Aturan permainan ini baik dalam serial Upin-Ipin maupun yang saya mainkan dulu sama. Anak-anak dibagi dalam dua tim, masing-masing terdiri 5-7 anak di mana ada tim jaga dan tim lempar. Tim lempar berusaha menyusun sandal-sandal berjumlah 5-7 buah menjadi sebuah kerucut. Hal ini tak mudah karena tim jaga memiliki satu sandal yang apabila dilempar dan mengenai tubuh anggota tim lempar, maka dia harus berhenti bermain.

Satu lagi permainan unik yang saya piker hanya ada di desaku, tapi ternyata di serial ini juga ada yakni main tarik rumput. Permainannya cukup sederhana, ambil sehelai rumpu dengan ujung bercabang dua, lalu ikat kedua ujung cabang hingga menyerupai raket tanpa senar, lalu teman lain membuat hal serupa dan akan diadu dengan punya kita. Caranya, masukan ujung pegangan ke lingkaran rumput punya teman, lalu teman kita juga melakukan hal serupa. Kemudian saling tari, dan rumput yang putus itulah yang kalah.

3. Mitos Masa Kecil
Selain kehidupan yang begitu nyata dan dinamis, mitos-mitos masa kecil yang dulu moncer di masa saya kecil, ternyata juga ada di serial ini. Yang pertama yakni mitos tentang hantu. Dalam salh satu episode diceritakan upin-ipin pulamng ngaji malam hari bersama teman-temanya. Kemudian mereka berlari kala melewati pekarangan yang gelap karena takut dengan hantu. Hahha, ternyata hal inipun saya lakukann waktu kecil dulu.

Selanjutnya yakni tentang sunat itu sakit. Sebelum saya disunat tahun 2003 silam, saya sempat minta pada ibu agar tidak usah disunat karena takut sakit. Alasan saya kala itu yakni kalau saya kehabisan darah terus mati bagaimana?? Haha. Upin-Ipin pun mangalami hal serupa, bahkan dalam salah satu adegan terlihat anak yang berteriak dan lari ketika sudah masuk ruang dokter sunat.
Berikutnya, suasana saat mati lampu. Diceritakan tokoh Upin-Ipin ketakutan saat matilampu samapi kemudian tokoh kak Ross menyalakan lilin. Selanjutnya, saat tangan didekatkan ke cahaya lilin, maka akan muncul bayangan besar di tembok dari gerakan tangan kita. Dengan mengepalkan kedua tanngan saja bisa diciptakan bayangan menyerupai rusa, burung, kambing, kelinci, dan sebagainya. Wah wah, subhanallah, waktu kecil pun saya melakukan hal serupa. Mungkin saya perlu bertanya kepada pembuat tokoh Upin-Ipin apakah dia menginti kehidupan masa kecil saya??

Entahlah, saya secara pribadi dan mungkin teman-teman juga merasa kok bisa ya Upin-Ipin begitu nyata menggambarkan cerita masa kecil kita. Mungkin yang tidak ada di sini hanya kesukaan anak-anak masa saya kecil melindaskan paku di rel kereta api untuk membuat keris-kerisan. Yah, mungkin karena latar Upin-Ipin jauh dari rel kereta api dan stasiun. Tapi, selebihnya hampir sama, bahkan mirip. Subhanalla, masa kecil memang menyenangkan dan tak mungkin akan terulang. Tapi kalau mau memutar ulangnya, tonton saja Upin-Ipin, setidaknya ini bagi saya. Bagaiman dengan kamu???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar